Kaskus
Rabu, 05 Desember 2012
KLONING MANUSIA KEGAGALAN AGAMA DALAM KEMAJUAN IPTEK
PENDAHULUAN
Ciri-ciri manusia adalah selalu ingin mengetahui rahasia alam, memecahkannya dan kemudian mencari teknologi untuk memanfaatkannya dengan tujuan memperbaiki kehidupan dirinya. Kualifikasi tanaman pangan, penangkaran ternak, dan perbaikan teknologi berburu adalah suatu manifestasi ciri manusia tersebut. Semuanya dikembangkan dengan menggunakan akal yang merupakan salah satu keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Sampai sekarangpun ciri watak manusia itu masih terus berlangsung. Satu demi satu ditemukan teknologi baru untuk memperbaiki kehidupan manusia agar lebih nyaman, dan lebih menyenangkan.
Tanaman pangan dan ternak yang dipelihara selalu direkayasa agar menghasilkan produk pangan yang lebih baik, lebih enak, dan lebih banyak. Dikembangkanlah teknologi kawin silang, hibrida, cangkok, dan sebagainya untuk mencapai keinginan tersebut. Itulah awal dari pengembangan rekayasa genetika.
Pada tahun 1995 Dunia menjadi gempar setelah munculnya publikasi tentang kloning domba Dolly. Keberhasilan kloning domba Dolly menuai kecaman dari sebagian besar penduduk dunia baik institusi keagamaan, dunia kedokteran, institusi riset sejenis, hingga pemerintahan tiap negara. Hal ini menyebabkan pengklonian dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Sejak keberhasilan kloning Domba Dolly, muncullah hasil kloning lainnya yaitu pada Monyet, Lembu, Sapi, dan Kucing. Selain itu, beberapa lembaga riset telah berhasil mengkloning bagian tubuh manusia seperti tangan dan ginjai. Kloning bagian tubuh manusia dilakukan untuk kebutuhan medis. Hingga akhirnya ada berita pengkloningan manusia yang menghebohkan yang dilakukan oleh Severino Antinori seorang ginekolog terkenal asal Italia. Dia mengaku berhasil mengkloning tiga bayi sekaligus. Pembuatan manusia kloning ini jelas akan mengacaukan hubungan-hubungan kekerabatan maupun sosial dan ini dapat menjurus kearah kerusakan tatanan kemanusiaan. Berikut akan dikemukakan bagaimanakah proses kloning tersebut? Bagaimanakah pandangan agama terhadap kloning manusia? Serta solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
II. PEMBAHASAN
2.1 Istilah Kloning dan Prosesnya
Istilah kloning atau klonasi berasal dari kata clone yang secara harfiah berarti potongan atau pangkasan tanaman. Dalam hal ini tanaman-tanaman baru yang persis sama dengan tanaman induk dihasilkan lewat penanaman potongan tanaman yang diambil dari suatu pertemuan tanaman jantan dan betina. Melihat asal bahasa yang digunakan, dapat dimengerti bahwa praktek perbanyakan tanaman lewat penampangan potongan atau pangkasan tanaman telah lama dikenal manusia. Karena tidak adanya keterlibatan jenis kelamin, maka yang dimaksud dengan kloning adalah suatu metode perbanyakan makhluk hidup secara aseksual.
Dalam perkembangannya, klonasi tidak hanya dikerjakan dengan memanfaatkan potongan tanaman tetapi juga memanfaatkan hampir semua jaringan tanaman untuk menghasilkan tanaman sempurna. Dari sini terlihat bahwa klonasi pada dasarnya memanfaatkan sel-sel tanaman yang masih memiliki kemampuan untuk memilah-milah diri menghasilkan berbagai jenis tanaman. Kemampuan semacam ini ternyata semakin menurun seiring dengan meningkatnya status organisme. Berbeda dengan tanaman, klonasi mamalia tidak dapat dikerjakan, dengan menanam sel atau jaringan dari bagian tubuh, seperti tangan, kaki, jantung, dan hati untuk menghasilkan individu baru. Dengan demikian, klonasi pada organisme tingkat tinggi hanya dapat dikerjakan lewat sel yang masih totipoten yaitu sel pada aras embrio. Dari pemahaman tentang sifat sel organisme tadi jika ditinjau secara umum sesuai dengan tingkatan kehidupan organisme, maka klonasi dapat dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu klonasi pada tingkat sel, jaringan, dan individu.
Dalam perkembangan biologi molekuler, sekarang dimungkinkan klonasi pada tingkat yang lebih kecil daripada sel, yaitu tingkat gen. Kemampuan manusia melakukan klonasi gen memunculkan bidang ilmu baru yang disebut rekayasa genetika. Untuk pertama kalinya suatu gen berhasil diklonasi dengan teknik DNA rekombinan pada tahun 1973. Hanya dalam selang waktu tiga tahun, teknologi ini sudah dikomersialkan oleh suatu perusahaan di California USA yaitu Genentech.
Kloning terhadap manusia adalah merupakan bentuk intervensi hasil rekayasa manusia. Kloning adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari suatu organisme. Kloning manusia hanya membutuhkan pengambilan sel somatis (sel tubuh), bukan sel reproduktif seperti sel telur dan sel sperma dari seseorang. Selanjutnya DNA dari sel somatis tersebut diambil dan ditransfer ke dalam sel telur seseorang wanita yang belum dibuahi. Dimana sel telur itu sudah dihapus semua karakteristik genetisnya dengan cara membuang inti sel atau DNA yang ada dalam sel telur itu. Kemudian, arus listrik dialirkan pada sel telur itu untuk mengelabuinya agar merasa telah dibuahi, sehingga ia mulai membelah. Sel yang sudah dibuahi ini kemudian ditanam ke dalam rahim seorang wanita yang ditugaskan sebagai ibu pengandung. Bayi yang dilahirkan secara genetis akan sama dengan genetika orang yang mendonorkan sel somatis tersebut.
2.2 Kajian Kloning Menurut Pandangan Agama
Bisa dikatakan bahwa hampir semua ajaran Agama di dunia mengatakan bahwa manusia diciptakan melalui proses pertemuan sel sperma dan sel telur. Ajaran mengenai penciptaan manusia yang selanjutnya berhubungan dengan kelahiran manusia di dunia merupakan sentral utama ajaran agama mengingat hidup dan mati merupakan misteri terbesar manusia sejak manusia pertama kali menghuni bumi. Dari misteri kehidupan lahir dan mati manusia, maka ajaran untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan menjadi pedoman bagi manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan melalui proses pertemuan sel sperma dan sel telur. Semua itu tercatat secara jelas dalam kitab suci.
Salah satu kegiatan yang bertentangan langsung dengan intisari mayoritas ajaran Agama adalah kloning. Seperti penjelasan pada pengertian kloning di atas kloning seharusnya hanya bisa dilakukan pada binatang dan tumbuhan. Dengan perkembangan bioteknologi, para ahli genetika menemukan cara reproduksi makhluk tanpa harus melalui proses pertemuan sperma dan sel ovum yakni dengan mereplikasi fragmen DNA yang akan dikloning dari sel suatu makhluk hidup seperti sel rambut, tulang, otot, dll.
Dari sudut pandang agama kloning akan menimbulkan banyak masalah pertama, terhadap nasib seseorang yang menyangkut masalah hak waris dan pernikahan apakah seseorang hasil kloning tersebut sah atau bukan?. Bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai DNA dari donor nukleus saja, sehingga walaupau nukleus berasal dari suami atau ayah si anak, maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA ibunya. Dia sepertinya bukan anak ibunya dengan kata lain anak tersebut tidak ada hubungan darah dengan ibunya, hanya sebagai anak susuan dan persis bapaknya, karena disini ibunya hanya sebagai mediator saja. Kedua menyangkut masalah kejiwaan yang disebabkan oleh kelainan kromosum, seseorang hasil kloning bisa berkelakuan abnormal seperti melakukan kriminalitas, minum minuman keras dan mengalami ganguan kelainan seksual. Ketiga, kloning manusia akan menghilangkan nasib garis keturunan. Padahal agama telah mewajibkan pemeliharaan nasib garis keturunan. Keempat, kloning manusia yang bermotif memproduksi manusia-manusia unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, dan kerupawanan jelas mengharuskan seleksi terhadap orang-orang yang akan dikloning, tanpa memperhatikan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah menikah atau belum. Sel-sel tubuh itu akan diambil dari perempuan atau laki-laki yang terpilih. Semua ini akan mengacaukan, menghilangkan, dan membuat bercampur aduknya kehidupan.
2.3 Solusi
Kloning sebagai pengembangan IPTEK, termasuk hasil perkembangan pikiran manusia yang patut disyukuri dan dimanfaatkan untuk meningkatkan tarap hidup manusia yang lebih tinggi dan lebih terhormat. Namun hasil pemikiran manusia tersebut harus sesuai dengan ajaran agama. Klonasi terhadap manusia dengan tujuan untuk dijadikan cadangan transplantasi organ tubuh manusia dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan ajaran agama. Klonasi terhadap jaringan, sel, dan organ tubuh manusia, selama dibenarkan oleh ilmu pengetahuan dan sesuai dengan tujuan agama dipandang sangat membantu bagi penyembuhan dengan jalan transplantasi. Seperti contoh mengganti organ tubuh yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil kloningan terhadap korban kecelakaan kerja di pertambangan atau kecelakaan-kecelakaan lainnya.
Kloning manusia juga dapat dilakukan untuk memecahkan problem ketidaksuburan, tetapi tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schieneke, dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum akhirnya berhasil mengkloning "Dolly". Kloning manusia tentu akan melewati prosedur yang jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk menghasilkan sebuah klon yang mampu bertahan hidup akan terjadi banyak sekali keguguran dan kematian. Lebih jauh, dari sekian banyak embrio yang dihasilkan hanya satu embrio, yang akhirnya ditanam ke rahim wanita pengandung sehingga embrio-embrio lainnya akan dibuang atau dihancurkan. Hal ini tentu akan menimbulkan problem serius, karena menurut pandangan agama pengancuran embrio adalah sebuah kejahatan.
III. PENUTUP
Kloning adalah suatu metode atau cara perbanyakan makhluk hidup secara aseksual atau suatu teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama persis dengan induknya. Dalam perkembangan biologi molekuler, sekarang dimungkinkan klonasi pada tingkat yang lebih kecil daripada sel, yaitu tingkat gen. Kloning manusia hanya membutuhkan pengambilan sel somatis (sel tubuh), bukan sel reproduktif seperti sel telur atau sel sperma dari seseorang.
Salah satu kegiatan yang bertentangan langsung dengan intisari mayoritas ajaran Agama adalah kloning. Dari sudut pandang agama kloning akan menimbulkan banyak masalah diantaranya masalah hak waris dan pernikahan, masalah kejiwaan, menghancurkan seleksi terhadap orang-orang yang akan diklonong, serta masalah garis keturunan.
Namun klonasi terhadap manusia dengan tujuan untuk dijadikan cadangan transplantasi organ tubuh manusia dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan ajaran agama. Kloning manusia juga dapat dilakukan untuk memecahkan problem ketidaksuburan, tetapi tidak boleh mengabaikan fakta kloning terhadap domba Dolly.
Sumber-sumber
Hartiko, Harry Dkk. 1995. Bioteknologi Dan Keselamatan Hayati. Konphalindo: Jakarta.
Kompas. 2002. Fokus Kloning, Edisi Minggu, 11 April 2002.
Ma'rifat, Imam KA.2008. Kloning Manusia dalam Kajian Hukum Islam. http//www.geocities.com/hadenword/gbr_id. Diakses 29 mei 2009.
Nurchasanah.2008. Paradoks Teknologi Kloning Manusia. http//nurcha. wordpress.com/2008/02/09 html. Diakses 1 juni 2009.
Syamsudin. 2002. Pandangan Islam Tentang Aplikasi Bioteknologi. Makalah Seminar.
Ciri-ciri manusia adalah selalu ingin mengetahui rahasia alam, memecahkannya dan kemudian mencari teknologi untuk memanfaatkannya dengan tujuan memperbaiki kehidupan dirinya. Kualifikasi tanaman pangan, penangkaran ternak, dan perbaikan teknologi berburu adalah suatu manifestasi ciri manusia tersebut. Semuanya dikembangkan dengan menggunakan akal yang merupakan salah satu keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Sampai sekarangpun ciri watak manusia itu masih terus berlangsung. Satu demi satu ditemukan teknologi baru untuk memperbaiki kehidupan manusia agar lebih nyaman, dan lebih menyenangkan.
Tanaman pangan dan ternak yang dipelihara selalu direkayasa agar menghasilkan produk pangan yang lebih baik, lebih enak, dan lebih banyak. Dikembangkanlah teknologi kawin silang, hibrida, cangkok, dan sebagainya untuk mencapai keinginan tersebut. Itulah awal dari pengembangan rekayasa genetika.
Pada tahun 1995 Dunia menjadi gempar setelah munculnya publikasi tentang kloning domba Dolly. Keberhasilan kloning domba Dolly menuai kecaman dari sebagian besar penduduk dunia baik institusi keagamaan, dunia kedokteran, institusi riset sejenis, hingga pemerintahan tiap negara. Hal ini menyebabkan pengklonian dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Sejak keberhasilan kloning Domba Dolly, muncullah hasil kloning lainnya yaitu pada Monyet, Lembu, Sapi, dan Kucing. Selain itu, beberapa lembaga riset telah berhasil mengkloning bagian tubuh manusia seperti tangan dan ginjai. Kloning bagian tubuh manusia dilakukan untuk kebutuhan medis. Hingga akhirnya ada berita pengkloningan manusia yang menghebohkan yang dilakukan oleh Severino Antinori seorang ginekolog terkenal asal Italia. Dia mengaku berhasil mengkloning tiga bayi sekaligus. Pembuatan manusia kloning ini jelas akan mengacaukan hubungan-hubungan kekerabatan maupun sosial dan ini dapat menjurus kearah kerusakan tatanan kemanusiaan. Berikut akan dikemukakan bagaimanakah proses kloning tersebut? Bagaimanakah pandangan agama terhadap kloning manusia? Serta solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
II. PEMBAHASAN
2.1 Istilah Kloning dan Prosesnya
Istilah kloning atau klonasi berasal dari kata clone yang secara harfiah berarti potongan atau pangkasan tanaman. Dalam hal ini tanaman-tanaman baru yang persis sama dengan tanaman induk dihasilkan lewat penanaman potongan tanaman yang diambil dari suatu pertemuan tanaman jantan dan betina. Melihat asal bahasa yang digunakan, dapat dimengerti bahwa praktek perbanyakan tanaman lewat penampangan potongan atau pangkasan tanaman telah lama dikenal manusia. Karena tidak adanya keterlibatan jenis kelamin, maka yang dimaksud dengan kloning adalah suatu metode perbanyakan makhluk hidup secara aseksual.
Dalam perkembangannya, klonasi tidak hanya dikerjakan dengan memanfaatkan potongan tanaman tetapi juga memanfaatkan hampir semua jaringan tanaman untuk menghasilkan tanaman sempurna. Dari sini terlihat bahwa klonasi pada dasarnya memanfaatkan sel-sel tanaman yang masih memiliki kemampuan untuk memilah-milah diri menghasilkan berbagai jenis tanaman. Kemampuan semacam ini ternyata semakin menurun seiring dengan meningkatnya status organisme. Berbeda dengan tanaman, klonasi mamalia tidak dapat dikerjakan, dengan menanam sel atau jaringan dari bagian tubuh, seperti tangan, kaki, jantung, dan hati untuk menghasilkan individu baru. Dengan demikian, klonasi pada organisme tingkat tinggi hanya dapat dikerjakan lewat sel yang masih totipoten yaitu sel pada aras embrio. Dari pemahaman tentang sifat sel organisme tadi jika ditinjau secara umum sesuai dengan tingkatan kehidupan organisme, maka klonasi dapat dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu klonasi pada tingkat sel, jaringan, dan individu.
Dalam perkembangan biologi molekuler, sekarang dimungkinkan klonasi pada tingkat yang lebih kecil daripada sel, yaitu tingkat gen. Kemampuan manusia melakukan klonasi gen memunculkan bidang ilmu baru yang disebut rekayasa genetika. Untuk pertama kalinya suatu gen berhasil diklonasi dengan teknik DNA rekombinan pada tahun 1973. Hanya dalam selang waktu tiga tahun, teknologi ini sudah dikomersialkan oleh suatu perusahaan di California USA yaitu Genentech.
Kloning terhadap manusia adalah merupakan bentuk intervensi hasil rekayasa manusia. Kloning adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari suatu organisme. Kloning manusia hanya membutuhkan pengambilan sel somatis (sel tubuh), bukan sel reproduktif seperti sel telur dan sel sperma dari seseorang. Selanjutnya DNA dari sel somatis tersebut diambil dan ditransfer ke dalam sel telur seseorang wanita yang belum dibuahi. Dimana sel telur itu sudah dihapus semua karakteristik genetisnya dengan cara membuang inti sel atau DNA yang ada dalam sel telur itu. Kemudian, arus listrik dialirkan pada sel telur itu untuk mengelabuinya agar merasa telah dibuahi, sehingga ia mulai membelah. Sel yang sudah dibuahi ini kemudian ditanam ke dalam rahim seorang wanita yang ditugaskan sebagai ibu pengandung. Bayi yang dilahirkan secara genetis akan sama dengan genetika orang yang mendonorkan sel somatis tersebut.
2.2 Kajian Kloning Menurut Pandangan Agama
Bisa dikatakan bahwa hampir semua ajaran Agama di dunia mengatakan bahwa manusia diciptakan melalui proses pertemuan sel sperma dan sel telur. Ajaran mengenai penciptaan manusia yang selanjutnya berhubungan dengan kelahiran manusia di dunia merupakan sentral utama ajaran agama mengingat hidup dan mati merupakan misteri terbesar manusia sejak manusia pertama kali menghuni bumi. Dari misteri kehidupan lahir dan mati manusia, maka ajaran untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan menjadi pedoman bagi manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan melalui proses pertemuan sel sperma dan sel telur. Semua itu tercatat secara jelas dalam kitab suci.
Salah satu kegiatan yang bertentangan langsung dengan intisari mayoritas ajaran Agama adalah kloning. Seperti penjelasan pada pengertian kloning di atas kloning seharusnya hanya bisa dilakukan pada binatang dan tumbuhan. Dengan perkembangan bioteknologi, para ahli genetika menemukan cara reproduksi makhluk tanpa harus melalui proses pertemuan sperma dan sel ovum yakni dengan mereplikasi fragmen DNA yang akan dikloning dari sel suatu makhluk hidup seperti sel rambut, tulang, otot, dll.
Dari sudut pandang agama kloning akan menimbulkan banyak masalah pertama, terhadap nasib seseorang yang menyangkut masalah hak waris dan pernikahan apakah seseorang hasil kloning tersebut sah atau bukan?. Bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai DNA dari donor nukleus saja, sehingga walaupau nukleus berasal dari suami atau ayah si anak, maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA ibunya. Dia sepertinya bukan anak ibunya dengan kata lain anak tersebut tidak ada hubungan darah dengan ibunya, hanya sebagai anak susuan dan persis bapaknya, karena disini ibunya hanya sebagai mediator saja. Kedua menyangkut masalah kejiwaan yang disebabkan oleh kelainan kromosum, seseorang hasil kloning bisa berkelakuan abnormal seperti melakukan kriminalitas, minum minuman keras dan mengalami ganguan kelainan seksual. Ketiga, kloning manusia akan menghilangkan nasib garis keturunan. Padahal agama telah mewajibkan pemeliharaan nasib garis keturunan. Keempat, kloning manusia yang bermotif memproduksi manusia-manusia unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, dan kerupawanan jelas mengharuskan seleksi terhadap orang-orang yang akan dikloning, tanpa memperhatikan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah menikah atau belum. Sel-sel tubuh itu akan diambil dari perempuan atau laki-laki yang terpilih. Semua ini akan mengacaukan, menghilangkan, dan membuat bercampur aduknya kehidupan.
2.3 Solusi
Kloning sebagai pengembangan IPTEK, termasuk hasil perkembangan pikiran manusia yang patut disyukuri dan dimanfaatkan untuk meningkatkan tarap hidup manusia yang lebih tinggi dan lebih terhormat. Namun hasil pemikiran manusia tersebut harus sesuai dengan ajaran agama. Klonasi terhadap manusia dengan tujuan untuk dijadikan cadangan transplantasi organ tubuh manusia dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan ajaran agama. Klonasi terhadap jaringan, sel, dan organ tubuh manusia, selama dibenarkan oleh ilmu pengetahuan dan sesuai dengan tujuan agama dipandang sangat membantu bagi penyembuhan dengan jalan transplantasi. Seperti contoh mengganti organ tubuh yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil kloningan terhadap korban kecelakaan kerja di pertambangan atau kecelakaan-kecelakaan lainnya.
Kloning manusia juga dapat dilakukan untuk memecahkan problem ketidaksuburan, tetapi tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schieneke, dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum akhirnya berhasil mengkloning "Dolly". Kloning manusia tentu akan melewati prosedur yang jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk menghasilkan sebuah klon yang mampu bertahan hidup akan terjadi banyak sekali keguguran dan kematian. Lebih jauh, dari sekian banyak embrio yang dihasilkan hanya satu embrio, yang akhirnya ditanam ke rahim wanita pengandung sehingga embrio-embrio lainnya akan dibuang atau dihancurkan. Hal ini tentu akan menimbulkan problem serius, karena menurut pandangan agama pengancuran embrio adalah sebuah kejahatan.
III. PENUTUP
Kloning adalah suatu metode atau cara perbanyakan makhluk hidup secara aseksual atau suatu teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama persis dengan induknya. Dalam perkembangan biologi molekuler, sekarang dimungkinkan klonasi pada tingkat yang lebih kecil daripada sel, yaitu tingkat gen. Kloning manusia hanya membutuhkan pengambilan sel somatis (sel tubuh), bukan sel reproduktif seperti sel telur atau sel sperma dari seseorang.
Salah satu kegiatan yang bertentangan langsung dengan intisari mayoritas ajaran Agama adalah kloning. Dari sudut pandang agama kloning akan menimbulkan banyak masalah diantaranya masalah hak waris dan pernikahan, masalah kejiwaan, menghancurkan seleksi terhadap orang-orang yang akan diklonong, serta masalah garis keturunan.
Namun klonasi terhadap manusia dengan tujuan untuk dijadikan cadangan transplantasi organ tubuh manusia dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan ajaran agama. Kloning manusia juga dapat dilakukan untuk memecahkan problem ketidaksuburan, tetapi tidak boleh mengabaikan fakta kloning terhadap domba Dolly.
Sumber-sumber
Hartiko, Harry Dkk. 1995. Bioteknologi Dan Keselamatan Hayati. Konphalindo: Jakarta.
Kompas. 2002. Fokus Kloning, Edisi Minggu, 11 April 2002.
Ma'rifat, Imam KA.2008. Kloning Manusia dalam Kajian Hukum Islam. http//www.geocities.com/hadenword/gbr_id. Diakses 29 mei 2009.
Nurchasanah.2008. Paradoks Teknologi Kloning Manusia. http//nurcha. wordpress.com/2008/02/09 html. Diakses 1 juni 2009.
Syamsudin. 2002. Pandangan Islam Tentang Aplikasi Bioteknologi. Makalah Seminar.
hukum kloning dalam Perspektif Agama Islam
I.
PENDAHULUAN
Ciri-ciri
manusia adalah selalu ingin mengetahui rahasia alam, memecahkannya dan kemudian
mencari teknologi untuk memanfaatkannya, dengan tujuan memperbaiki kehidupan
manusia. Kualifikasi tanaman pangan, penangkaran ternak, dan perbaikan
teknologi berburu atau mencari ikan adalah satu manifestasi ciri manusia tersebut.
Semuanya dikembangkan dengan menggunakan akal, atau rasio, yang merupakan salah
satu keunggulan manusia dibanding makhluk hidup lainnya. Sampai sekarangpun
ciri watak manusia itu masih terus berlangsung. Satu demi satu ditemukan
teknologi baru untuk memperbaiki kehidupan manusia agar lebih nyaman, lebih
menyenangkan, dan lebih memuaskan.
Tanaman
pangan dan ternak yang dipelihara selalu direkayasa agar menghasilkan produk
pangan yang lebih baik, lebih enak dan lebih banyak. Dikembangkan teknologi
kawin silang, hibrida, cangkok, dan sebagainya untuk mencapai keinginan itu.
Dengan ditemukannya alat-alat bantu yang lebih canggih, seperti misalnya
mikroskop dan media pembiakan di laboratorium, rekayasa itu dilakukan dalam
tingkat yang lebih kecil, sehingga ditemukan tanaman pangan tahan lama dan
ternak dengan reproduksi susu yang lebih tinggi. Itulah awal dari pengembangan
rekayasa genetika, kemudian dunia menjadi gempar setelah munculnya publikasi
tentang kloning biri-biri “Dolly”, terutama menyangkut bagaimana pandangan
agama terhadap kloning manusia. Walaupun kloning manusia belum diumumkan ada,
atau tidak ada, atau minimal rencana bagi para ilmuwan. Pertanyaan yang muncul
adalah apakah boleh dilakukan atau tidak?
Pada makalah
ini akan dkemukakan tentang apakah kloning itu, lalu bagaimana proses
bioteknologi tersebut, dan bagaimana pandangan ulama, atau kajian tentang hukum
Islam terhadap kloning manusia tersebut.
II.
ISTILAH KLONING DAN PROSESNYA
Istilah
loning atau klonasi berasal dari kata clone (bahasa Greek) atau klona,
yang secara harfiah berarti potongan/pangkasan tanaman. Dalam hal ini
tanam-tanaman baru yang persis sama dengan tanaman induk dihasilkan lewat
penanaman potongan tanaman yang diambil dari suatu pertemuan tanaman jantan dan
betina. Melihat asal bahasa yang digunakan, dapat dimengerti bahwa praktek
perbanyakan tanaman lewat penampangan potongan/pangkasan tanaman telah lama
dikenal manusia. Karena tidak adanya keterlibatan jenis kelamin, maka yang
dimaksud dengan klonasi adalah suatu metode atau cara perbanyakan makhluk hidup
(atau reproduksi) secara aseksual. Hasil perbanyakan lewat cara semacam
ini disebut klonus/klona, yang dapat diartikan sebagai individu atau
organisme yang dimiliki genotipus yang identik.
Dalam
perkembangannya, klonasi tidak hanya dikerjakan dengan memanfaatkan potongan
tanaman yang umumnya berbentuk batang yang mengandung titik-titik tumbuh calon
ranting dan daun, tetapi juga memanfaatkan hampir semua jaringan tanaman untuk
menghasilkan tanaman sempurna. Dengan teknologi biakan jaringan, potongan daun
atau sekeping jaringan dari batang tanaman lengkap. Dari sini terlihat bahwa
klonasi pada dasarnya memanfaatkan sel-sel tanaman yang masih memiliki
kemampuan untuk memilah-milah diri menghasilkan berbagai jenis tanaman, seperti
akar, batang dan daun dengan fungsinya masing-masing. Kemampuan semacam ini
ternyata semakin menurun seiring dengan meningkatnya status organisme. Pada
organisme tinggi, misalnya mamalia, sel-sel jaringan telah kehilangan
totipotensinya, sehingga apabila tanaman hanya mampu menghasilkan sel sejenis,
tetapi tidak mampu memilah diri lagi untuk menghasilkan organ atau sel dengan
fungsi yang lain. Berbeda dengan tanaman, klonasi mamalia tidak dapat
dikerjakan, misalnya dengan menanam sel atau jaringan dari bagian tubuh,
seperti tangan, kaki, jantung, hati untuk menghasilkan individu baru. Dengan
demikian, klonasi pada organisme tingkat tinggi hanya dapat dikerjakan lewat
sel yang masih totipoten, yaitu sel pada aras embrio atau mudghah.
Dari
pemahaman tentang sifat sel organisme tadi, jika ditinjau secara umum sesuai
dengan aras kehidupan organisme, maka klonasi dapat dikerjakan pada berbagai
aras, yaitu klonasi pada aras sel, aras jaringan dan aras individu. Pada
organisme sel tunggal atau unisel seperti bakteri, perbanyakan diri untuk
menghasilkan individu yang baru, berlangsung lewat klonasi sel. Dalam hal ini
klonasi sel sekaligus juga merupakan klonasi individu pada hewan dan manusia
dapat juga terjadi, misalnya pada kelahiran kembar satu telur. Masing-masing
anak di sini merupakan klonus yang memiliki susunan genetis identik.
Dalam
perkembangan biologi molekuler, sekarang dimungkinkan klonasi pada aras yang
lebih kecil daripada sel, yaitu aras gena. Kemampuan manusia melakukan klonasi
gena memunculkan bidang ilmu baru, yang disebut rekayasa genetika. Untuk
pertama kalinya suatu gena berhasil diklonasi dengan teknik DNA rekombinan pada
tahun 1973. Hanya dalam selang waktu tiga tahun, teknologi ini sudah
dikomersialkan oleh suatu perusahaan di California USA, yaitu Genentech.
Sebetulnya klonasi gena juga terjadi secara alami pada beberapa mikroorganisme.
Misalnya beberapa mikroorganisme yang semula rentan terhadap antibiotika
berubah menjadi klon mikroorganisme yang kebal antibiotika. Klona ini terjadi
akibat perbanyakan diri lebih lanjut mikroorganisme induk yang telah kemasukan
gena kebal tadi.
Kloning
terhadap manusia adalah merupakan bentuk intervensi hasil rekayasa manusia.
Kloning adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari
suatu organisme. Klon adalah keturunan aseksual dari individu tunggal. Setelah
keberhasilan kloning domba bernama Dolly pada tahun 1996, para ilmuwan
berpendapat bahwa tidak lama lagi kloning manusia akan menjadi kenyataan.
Kloning manusia hanya membutuhkan pengambilan sel somatis (sel tubuh),
bukan sel reproduktif (seperti sel telur atau sperma) dari seseorang,
kemudian DNA dari sel itu diambil dan ditransfer ke dalam sel telur seseorang
wanita yang belum dibuahi, yang sudah dihapus semua karakteristik genetisnya
dengan cara membuang inti sel (yakni DNA) yang ada dalam sel telur itu.
Kemudian, arus listrik dialirkan pada sel telur itu untuk mengelabuinya agar
merasa telah dibuahi, sehingga ia mulai membelah. Sel yang sudah dibuahi ini
kemudian ditanam ke dalam rahim seorang wanita yang ditugaskan sebagai ibu
pengandung. Bayi yang dilahirkan secara genetis akan sama dengan genetika orang
yang mendonorkan sel somatis tersebut.
Teknologi
kloning diharapkan dapat memberi manfaat kepada manusia, khususnya di bidang medis.
Beberapa di antara keuntungan terapeutik dari teknologi kloning dapat
diringkas sebagai berikut:
-
Kloning manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk mendapatkan
anak.
-
Organ manusia dapat dikloning secara selektif untuk dimanfaatkan sebagai organ
pengganti bagi pemilik sel organ itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir
risiko penolakan.
-
Sel-sel dapat dikloning dan diregenerasi untuk menggantikan jaringan-jaringan
tubuh yang rusak, misalnya urat syaraf dan jaringan otot. Ada kemungkinan bahwa
kelak manusia dapat mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan
jaringan tubuh embrio hasil kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak
dengan organ tubuh manusia hasil kloning. Di kemudian hari akan ada kemungkinan
tumbuh pasar jual-beli embrio dan sel-sel hasil kloning.
-
Teknologi kloning memungkinkan para ilmuan medis untuk menghidupkan dan
mematikan sel-sel. Dengan demikian, teknologi ini dapat digunakan untuk
mengatasi kanker. Di samping itu, ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat
menghambat proses penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning.
-
Teknologi kloning memungkinkan dilakukan pengujian dan penyembuhan
penyakit-penyakit keturunan. Dengan teknologi kloning, kelak dapat membantu
manusia dalam menemukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat
tulang, lemak, jaringan penyambung, atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh
pasien untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan.
III. KAJIAN
KLONING DALAM HUKUM ISLAM
Permasalahan
kloning adalah merupakan kejadian kontemporer (kekinian). Dalam kajian
literatur klasik belum pernah persoalan kloning dibahas oleh para ulama. Oleh
karenanya, rujukan yang penulis kemukakan berkenaan dengan masalah kloning
ini adalah menurut beberapa pandangan ulama kontemporer.
Para ulama
mengkaji kloning dalam pandangan hukum Islam bermula dari ayat berikut:
… فَإِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ
مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي
اْلأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ … (الحج: 5).
“… Kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki …” (QS. 22/al-Hajj: 5).
Abul Fadl
Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat tersebut
menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah
tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat
kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas
tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.
Selanjutnya,
ia mengutip ayat lain yang berkaitan dengan munculnya prestasi ilmiah atas
kloning manusia, apakah akan merusak keimanan kepada Allah SWT sebagai
Pencipta? Abul Fadl menyatakan “tidak”, berdasarkan pada pernyataan al-Qur’an
bahwa Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam As. tanpa ayah dan ibu, dan Nabi
‘Isa As. tanpa ayah, sebagai berikut:
إِنَّ مَثَلَ
عِيسَى عِنْدَ اللهِ كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ
كُنْ فَيَكُونُ (ال عمران: 59).
“Sesungguhnya
misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah”
(seorang manusia), maka jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 59).
Pada surat
yang sama juga dikemukakan:
إِذْ قَالَتِ
الْمَلاَئِكَةُ يَامَرْيَمُ إِنَّ اللهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ
الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمِنَ
الْمُقَرَّبِينَ. وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلاً وَمِنَ
الصَّالِحِينَ. قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي
بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا
يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (ال عمران: 45- 47).
“(Ingatlah),
ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu
(dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang)
daripada-Nya, namanya al-Masih `Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia
dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia
berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk
di antara orang-orang yang saleh. Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin
aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang
laki-lakipun”. Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan
sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 45-47).
Hal yang
sangat jelas dalam kutipan ayat-ayat di atas adalah bahwa segala sesuatu
terjadi menurut kehendak Allah. Namun, kendati Allah menciptakan sistem
sebab-akibat di alam semesta ini, kita tidak boleh lupa bahwa Dia juga telah
menetapkan pengecualian-pengecualian bagi sistem umum tersebut, seperti pada
kasus penciptaan Adam As. dan ‘Isa As. Jika kloning manusia benar-benar menjadi
kenyataan, maka itu adalah atas kehendak Allah SWT. Semua itu, jika manipulasi
bioteknologi ini berhasil dilakukan, maka hal itu sama sekali tidak mengurangi
keimanan kita kepada Allah SWT sebagai Pencipta, karena bahan-bahan utama yang
digunakan, yakni sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi adalah benda
ciptaan Allah SWT.
Islam
mengakui hubungan suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi
pembentukan masyarakat yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang
lahir dalam ikatan perkawinan membawa komponen-komponen genetis dari kedua
orang tuanya, dan kombinasi genetis inilah yang memberi mereka identitas.
Karena itu, kegelisahan umat Islam dalam hal ini adalah bahwa replikasi genetis
semacam ini akan berakibat negatif pada hubungan suami-isteri dan hubungan
anak-orang tua, dan akan berujung pada kehancuran institusi keluarga Islam.
Lebih jauh, kloning manusia akan merenggut anak-anak dari akar (nenek moyang)
mereka serta merusak aturan hukum Islam tentang waris yang didasarkan pada
pertalian darah.
Berikutnya,
KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz Sachedina dan
Imam Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan mengandung ancaman
bagi kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau mengakibatkan hancurnya
lembaga keluarga, merosotnya nilai manusia, menantang Tuhan, dengan bermain
tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.
M. Kuswandi,
staf pengajar Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta juga berpendapat teknik kloning
diharamkan, dengan argumentasi: menghancurkan institusi pernikahan yang mulia
(misal: tumbuh suburnya lesbian, tidak perlu laki-laki untuk memproduksi anak),
juga akan menghancurkan manusia sendiri (dari sudut evolusi, makhluk yang sesuai
dengan environment-nya yang dapat hidup).
Dari sudut
agama dapat dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak waris
dan pernikahan (muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya
mempunyai DNA dari donor nukleus saja, sehingga walaupun nukleus
berasal dari suami (ayah si anak), maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak
membawa DNA ibunya. Dia seperti bukan anak ibunya (tak ada hubungan darah,
hanya sebagai anak susuan) dan persis bapaknya (haram menikah dengan saudara
sepupunya, terlebih saudara sepupunya hasil kloning juga). Selain itu,
menyangkut masalah kejiwaan, bila melihat bahwa beberapa kelakuan abnormal
seperti kriminalitas, alkoholik dan homoseks disebabkan kelainan kromosan.
Demikian pula masalah kejiwaan bagi anak-anak yang diasuh oleh single parent,
barangkali akan lebih kompleks masalahnya bagi donor nukleus bukan dari
suami dan yang mengandung bukan ibunya.
Sedangkan
ulama yang membolehkan melakukan kloning mengemukakan alasan sebagai berikut:
- Dalam Islam, kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
- Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan sampai ke negri Cina sekalipun).
- Islam menyampaikan bahwa Allah selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia ketahui (lihat QS. 96/al-’Alaq).
- Allah menyatakan, bahwa manusia tidak akan menguasai ilmu tanpa seizin Allah (lihat ayat Kursi pada QS. 2/al-Baqarah: 255).
Dengan
landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan teknologi
bayi tabung, rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga bagian dari
takdir (kehendak) Ilahi, dan dikuasai manusia dengan seizin-Nya. Penolakan
terhadap kemajuan teknologi itu justru bertentangan dengan prinsip-prinsip yang
diajarkan dalam Islam.
Ada juga di
kalangan umat Islam yang tidak terburu-buru mengharamkan ataupun membolehkan,
namun dilihat dahulu sisi-sisi kemanfaatan dan kemudharatan di dalamnya.
Argumentasi yang dikemukakan sebagai berikut:
Perbedaan
pendapat di kalangan ulama dan para ilmuan sebenarnya masih bersifat tentative,
bahwa argumen para ulama/ilmuan yang menolak aplikasi kloning pada manusia
hanya melihatnya dari satu sisi, yakni sisi implikasi praktis atau sisi applied
science dari teknik kloning. Wilayah applied science yang mempunyai
implikasi sosial praktis sudah barang tentu mempunyai logika tersendiri. Mereka
kurang menyentuh sisi pure science (ilmu-ilmu dasar) dari teknik
kloning, yang bisa berjalan terus di laboratorium baik ada larangan maupun
tidak. Wilayah pure science juga punya dasar pemikiran dan logika
tersendiri pula.
Dalam
mencari batas “keseimbangan” antara kemajuan IPTEK dan Doktrin Agama,
pertanyaan yang dapat diajukan adalah sejuh mana para ilmuan, budayawan dan
agamawan dapat berlaku adil dalam melihat kedua fenomena yang berbeda misi dan
orientasi tersebut? Menekankan satu sisi dengan melupakan atau menganggap tidak
adanya sisi yang lain, cepat atau lambat, akan membuat orang “tertipu” dan
“kecewa”. Dari situ barangkali perlu dipikirkan format kajian dan telaah yang
lebih seimbang, arif, hati-hati untuk menyikapi dan memahami kedua sisi
tersebut sekaligus. Sudah tidak zamannya sekarang, jika seseorang ingin
menelaah persoalan kloning secara utuh, tetapi tidak memperhatikan kedua sisi
tersebut secara sekaligus.
Selanjutnya,
ada pula agamawan sekaligus ilmuan menyatakan bahwa tujuan agama menurut
penuturan Imam al-Syatibi yang bersifat dharuri ada lima, yaitu
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itulah maka
kloning itu kita uji dari sesuai atau tidaknya dengan tujuan agama. Bila
sesuai, maka tidak ada keberatannya kloning itu kita restui, tetapi bila
bertentangan dengan tujuan-tujuan syara’ tentulah kita cegah agar tidak
menimbulkan bencana. Kesimpulan yang diberikan klonasi ovum manusia itu
tidak sejalan dengan tujuan agama, memelihara jiwa, akal, keturunan maupun
harta, dan di beberapa aspek terlihat pertentangannya.
Untuk
menentukan apakah syari’at membenarkan pengambilan manfaat terapeutik dari
kloning manusia, kita harus mengevaluasi manfaat vis a vis mudharat dari
praktek ini. Dengan berpijak pada kerangka pemikiran ini, maka manfaat dan
mudharat terapeutik dari kloning manusia dapat diuraikan sebagai
berikut:
-
Mengobati penyakit. Teknologi kloning kelak dapat membantu
manusia dalam menentukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan
membuat tulang, lemak, jaringan penyambung atau tulang rawan yang cocok dengan
tubuh pasien untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan. Sekedar
melakukan riset kloning manusia dalam rangka menemukan obat atau menyingkap
misteri-misteri penyakit yang hingga kini dianggap tidak dapat disembuhkan
adalah boleh, bahkan dapat dijustifikasikan pelaksanaan riset-riset seperti ini
karena ada sebuah hadits yang menyebutkan: “Untuk setiap penyakit ada obatnya”.
Namun, perlu ditegaskan bahwa pengujian tentang ada tidaknya penyakit keturunan
pada janin-janin hasil kloning guna menghancurkan janin yang terdeteksi
mengandung penyakit tesebut dapat melanggar hak hidup manusia.
-
Infertilitas. Kloning manusia memang dapat memecahkan problem
ketidaksuburan, tetapi tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E.
Schieneke, J. Mc. Whir, A.J. Kind, dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali
percobaan sebelum akhirnya berhasil mengkloning “Dolly”. Kloning manusia tentu akan
melewati prosedur yang jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk
menghasilkan sebuah klon yang mampu bertahan hidup akan terjadi banyak sekali
keguguran dan kematian. Lebih jauh, dari sekian banyak embrio yang dihasilkan
hanya satu embrio, yang akhirnya ditanam ke rahim wanita pengandung sehingga
embrio-embrio lainnya akan dibuang atau dihancurkan. Hal ini tentu akan
menimbulkan problem serius, karena nenurut syari’at pengancuran embrio adalah
sebuah kejahatan. Selain itu, teknologi kloning melanggar sunnatullah dalam
proses normal penciptaan manusia, yaitu bereproduksi tanpa pasangan seks, dan
hal ini akan meruntuhkan institusi perkawinan. Produksi manusia-manusia kloning
juga sebagaimana dikemukakan di atas, akan berdampak negatif pada hukum waris Islam
(al-mirâts).
-
Organ-organ untuk transplantasi. Ada kemungkinan bahwa kelak
manusia dapat mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan
tubuh embrio hasil kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak dengan
organ tubuh manusia hasil kloning. Manipulasi teknologi untuk mengambil manfaat
dari manusia hasil kloning ini dipandang sebagai kejahatan oleh hukum Islam,
karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap hidup manusia Namun, jika
penumbuhan kembali organ tubuh manusia benar-benar dapat dilakukan, maka
syari’at tidak dapat menolak pelaksanaan prosedur ini dalam rangka menumbuhkan
kembali organ yang hilang dari tubuh seseorang, misalnya pada korban kecelakaan
kerja di pertambangan atau kecelakaan-kecelakaan lainnya. Tetapi, akan muncul
pertanyaan mengenai kebolehan menumbuhkan kembali organ tubuh seseorang yang
dipotong akibat kejahatan yang pernah dilakukan.
-
Menghambat Proses Penuaan. Ada sebuah optimisme bahwa kelak kita
dapat menghambat proses penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning.
Namun hal ini bertentangan dengan hadits yang menceritakan peristiwa berikut:
Orang-orang
Baduy datang kepada Nabi SAW, dan berkata: “Hai Rasulallah, haruskah kita
mengobati diri kita sendiri? Nabi SAW menjawab: “Ya, wahai hamba-hamba Allah,
kalian harus mengobati (diri kalian sendiri) karena sesungguhnya Allah tidak
menciptakan suatu penyakit tanpa menyediakan obatnya, kecuali satu macam
penyakit”. Mereka bertanya: “Apa itu?” Nabi SAW menjawab: “Penuaan”.
-
Jual beli embrio dan sel. Sebuah riset bisa saja mucul untuk
memperjual-belikan embrio dan sel-sel tubuh hasil kloning. Transaksi-transaksi
semacam ini dianggap bâthil (tidak sah) berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1.
Seseorang tidak boleh memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya.
2.
Sebuah hadits menyatakan: “Di antara orang-orang yang akan dimintai
pertanggungjawaban pada Hari Akhir adalah orang yang menjual manusia merdeka
dan memakan hasilnya”.
Dengan
demikian, potensi keburukan yang terkandung dalam teknologi kloning manusia
jauh lebih besar daripada kebaikan yang bisa diperoleh darinya, dan karenanya
umat Islam tidak dibenarkan mengambil manfaat terapeutik dari kloning
manusia.
IV.
PENUTUP
Dari uraian
di atas, penulis sekedar membuat rumusan sebagai berikut:
1.
Kloning sebagai pengembangan IPTEK, termasuk hasil perkembangan fikiran manusia
yang patut disyukuri dan dimanfaatkan bagi peningkatan taraf hidup manusia ke
tingkat yang lebih tinggi dan lebih terhormat.
2.
Hasil pemikiran manusia dengan agama akan seimbang bila hasil pemikiran
tersebut didasarkan pada sistem dan metode pemikiran yang benar, dan agama
digali dengan daya ijtihad yang benar pula. Keduanya saling kuat-menguatkan.
3.
Klonasi ditinjau dari segi aspek teologis memperluas wawasan pengenalan
terhadap kodrat iradat Ilahi, bahkan klonasi itu sebagai bukti kecanggihan
sunnah Allah yang tertuang dalam ciptaan-Nya dan membuktikan ke Maha Kuasaan-Nya.
4.
Klonasi terhadap manusia dengan tujuan untuk dijadikan cadangan transplantasi
organ tubuh manusia dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan
syara’.
5.
Klonasi jaringan sel dan organ tubuh manusia, selama dibenarkan oleh ilmu
pengetahuan dan sesuai dengan tujuan syara’ dipandang sangat membantu bagi
penyembuhan dengan jalan transplantasi.
6.
Implementasi klonasi terhadap manusia dipandang bertentangan dengan nilai-nilai
ketinggian martabat manusia dan bertentangan pula dengan tujuan syara’, karena
dipandang kemungkinan terjadinya kekacauan hukum keluarga dan hubungan nasab,
serta ketidakpastian eksistensinya.
7.
Keadaan darurat tidak dapat dijadikan alasan untuk melaksanakan implementasi
klonasi manusia, karena tidak ada yang merasa terancam, baik dari segi agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta karena tidak melaksanakan klonasi.
Langganan:
Postingan (Atom)